Terancam Penjara 20 Tahun


Anggota Dewan Bondowoso dan Dua Mantan Aktivis Terkait Korupsi P2SEM

JEMBER - Tiga terdakwa perkara korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) terancam hukuman berat hingga 20 tahun penjara. Tiga terdakwa tersebut adalah Khoirul Fajar, anggota DPRD Bondowoso yang mengelola dana P2SEM untuk rehabilitasi Ponpes Al Almien serta ketua dan bendahara LSM TRUST yang mengelola dana P2SEM untuk program pelatihan pupuk organik, yakni Taufik Saleh dan Ahmad Paidi.

Hal ini disampaikan Hari Wibowo, salah satu jaksa penuntut umum (JPU). Kemarin, ketiganya menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jember. Meski sidang dipisah, dakwaan ketiga terdakwa sama. Ketiganya dijerat Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 56 ayat 1 KUHP. Serta didakwa subsidair Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 atau Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam Pasal 2 ayat UU Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan, setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Termasuk denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Dalam surat dakwaannya, JPU menilai program rehabilitasi Ponpes Al Amin Desa Biting, Kecamatan Arjasa, fiktif. Pasalnya, dana P2SEM senilai Rp 200 juta yang telah dikucurkan dari APBD Jawa Timur, tidak terealisasi sebagaimana mestinya. Tidak ada pembangunan fisik apa pun di Ponpes Al Amin. "Program P2SEM tersebut fiktif," ungkapnya. Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan Rp 200 juta.

Tak hanya itu, nama-nama yang masuk kepanitiaan rehabilitasi ponpes diduga juga fiktif. Termasuk tanda tangan dan stempel kepala Desa Biting, Kecamatan Arjasa.

Dalam susunan kepanitiaan rehabilitasi Ponpes Al Amin dinyatakan sebagai ketua Khairul Fajar, sekretaris Nisman, dan bendahara Hartono. Kemudian seksi humas M. Toher dan Saiful Rohman. Untuk seksi usaha Surahman dan Solihin, seksi pelaksanaan Mashuri (Ustad Bukhori) dan Sudarman.

"Susunan kepanitiaan itu palsu karena tidak ada satu pun anggota panitia yang dilibatkan dalam menyusun kepanitiaan," ujarnya. Bahkan, tanda tangan yang tertera dalam proposal diduga juga palsu karena tidak ada anggota panitia rehabilitasi ponpes Al Aliem yang membubuhkan tanda tangan.

Dikatakan, terdakwa juga dinilai telah menyalahgunakan kewenangan dengan menyetorkan dana Rp 160 juta ke Pujiarto, staf DPRD Jatim untuk diserahkan kepada pemberi rekomendasi. Sedangkan sisanya, sebesar Rp 40 juta tidak diserahkan kepada bendahara panitia rehabilitasi Ponpes Al Amien.

Bagaimana tanggapan Khairul Fajar terkait dakwaan tersebut? Usai sidang, Khairul Fajar menyatakan, semua dakwaan JPU salah. "Itu semua tidak benar," ujarnya. Dia menjelaskan, dana tersebut dipotong sebesar Rp 160 juta oleh Pujiarto dengan alasan untuk diserahkan kepada pemberi rekomendasi.

Khairul Fajar menambahkan, dana Rp 30 juta sudah diserahkan kepada pengasuh ponpes Al Amin di Desa Biting, Kecamatan Arjasa. "Yang Rp 25 juta sudah saya serahkan ke pengasuh pondok, yang Rp 5 juta untuk administrasi," ungkapnya. Untuk selengkapnya, hal itu akan disampaikannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jember.

Sebelumnya, di ruang sidang yang sama juga digelar persidangan dengan terdakwa Taufik Saleh dan Ahmad Paidi. Kedua mantan aktivis mahasiswa itu juga didakwa sama dengan Khairul Fajar. Keduanya terseret perkara P2SEM karena tidak bisa mempertanggungjawabkan dana Rp 40 juta dari Rp 100 juta dana P2SEM yang dikelola LSM TRUST.

LSM TRUST hanya bisa mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp 60 juta saja. Atas kenyataan itulah, keduanya didakwa Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 56 ayat 1 KUHP. Keduanya juga didakwa subsidair Pasal 3 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 199 atau Pasal 9 UU Nomor 20 Tahun 2001. (aro)

Baca juga


Related Post